KULTUR SEKOLAH
Salah satu persoalan penting dan genting dunia pendidikan kita adalah bagaimana meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Masyarakat kini semakin sadar bahwa pendidikan adalah salah satu jembatan untuk meraih kehidupan masa depan yang lebih baik, pendidikan yang bermutu menjadi kebutuhan, tuntutan dan harapan seluruh lapisan masyarakat. Berbagai usaha meningkatkan mutu pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah, seperti pendidikan dan pelatihan guru, pengadaan sarana dan prasarana. Sekolah sebagai suatu sistem memiliki tiga aspek pokok yang sangat berkaitan erat dengan mutu sekolah, yakni: proses belajar mengajar, kepemimpinan dan manajemen sekolah, serta kultur sekolah.
Kultur sekolah adalah norma-norma, nilai-nilai, keyakinan, sikap, harapan-harapan, dan tradisi yang ada di sekolah dan diwariskan antar generasi atau kultur sekolah juga bisa disebut dengan kebudayaan sekolah. Norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat. Nilai- nilai adalah seperangkat aturan yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, atau lingkungan masyarakat, yang telah mengakar pada kebiasaan, dan simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang bisa dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. Nilai-nilai akan terlihat pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu yang tampak sebagai acuan suatu lingkungan sosial atau organisasi sosial. Sikap adalah segala perbuatan dan tindakan. Sekolah merupakan salah satu proses sosialisasi dan berfungsi mewariskan kebudayaan masyarakat kepada anak. Tiap-tiap sekolah mempunyai kebudayaannya sendiri yang bersifat unik. Tiap-tiap sekolah memiliki aturan tata tertib, kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara, mars/hymne sekolah, pakaian seragam dan lambang-lambang yang lain yang memberikan corak khas kepada sekolah yang bersangkutan.
Kebudayaan sekolah memiliki unsur-unsur penting, yaitu lingkungan sekolah, kurikulum sekolah, pribadi-pribadi warga sekolah (siswa, guru, non teaching specialist, dan tenaga administrasi), nilai-nilai moral, sistem peraturan. Ada beberapa aspek kultur sekolah yaitu:
Aspek kultur sosial (interaksi warga) meliputi budaya memaafkan, menolong, memberi penghargaan, menegur, mengunjungi, memberi selamat, saling menghormati, dan mengucapkan salam.
Aspek budaya akademik meliputi budaya literasi, bimbingan belajar, kebiasaan bertanya atau keberanian mengemukakan pendapat, dll.
Aspek budaya mutu meliputi budaya jujur, saling percaya, kerjasama, kegemaran membaca, disiplin, bersih, berprestasi.
Aspek artifak meliputi artifak fisik seperti arsitektur bangunan, gambar dan artifak perilaku warga sekolah.
Kultur sekolah mempunyai fungsi antara lain:
Sebagai alat untuk membangun identitas (jati diri).
Kultur sekolah akan membangun keberartian lingkungan yang positif bagi warga sekolah.
Dalam membangun kultur, sekolah tidak dapat berdiri sendiri tetapi memerlukan kerjasama dengan orang tua siswa, komite sekolah dan para pemangku kepentingan lainnya. Kultur sekolah yang positif dapat memperbaiki kinerja sekolah, membangun komitmen warga sekolah serta membuat suasana kekeluargaan, kolaborasi, ketahanan belajar, semangat terus maju, dorongan bekerja keras, dan tidak mudah mengeluh.
Contoh Kultur Positif di sekolah:
Warga sekolah memiliki keyakinan hanya mereka yang belajar keras dan sungguh-sungguh yang akan memperoleh prestasi tinggi
Memegang teguh bahwa prestasi dan proses mencapainya seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan
Menjunjung tinggi nilai-nilai religius, norma sosial, etika dan moral
Menghargai prestasi siswa
Memiliki simbol-simbol yang menekankan penghargaan dan sangsi, sehingga mendorong pencapaian prestasi dan menghambat pelanggaran dan tidak memiliki prestasi
Lingkungan sekolah yang bersih, rapi, sejuk, dan aman
Contoh Kultur Negatif di sekolah:
Siswa memiliki keyakinan belajar asal-asalan apa adanya pasti naik kelas dan lulus.
Siswa ingin meraih prestasi yang setinggi-tingginya dengan segala cara untuk mencapainya, sekalipun melanggar norma dan nilai (misalnya : Nyontek, bekerja sama dalam ulangan, plagiat dalam membuat tugas, dsb.).
Siswa tidak antusias menerima tugas karena hanya akan membikin mereka harus belajar lebih banyak.
Siswa tidak khawatir dengan nilai rapor yang jelek dan hanya beberapa siswa yang selalu mengerjakan PR karena mereka yakin dengan belajar sebagaimana sekarang ini saja mereka akan naik kelas dan lulus mendapatkan ijazah. Ijazah dianggap sebagai sesuatu yang penting, tetapi tidak diperlakukan sebagai simbol ilmu yang telah dikuasai.
Siswa malas belajar dikarenakan guru yang tidak menarik, tidak antusias dalam mengajar, dan tidak menguasai materi.
Hasil karya siswa dan prestasi sekolah tidak dipajang sebagaimana mestinya yaitu sebagai suatu kebanggaan yang dapat memberikan motivasi untuk yang lainnya.
Guru sering melecehkan siswa dan tidak memperlakukan mereka sebagai anak yang dewasa melainkan memperlakukan mereka sebagai anak kecil. Oleh karena itu, sebagai balasannya siswa tidak menghargai guru.
Sekolah tidak disiplin dalam melaksanakan proses belajar mengajar dan menyalahkan siswa atas prestasinya.
Kebijakan kepala sekolah bersifat pilih kasih.
Menghindari kolaborasi dan selalu ada pertentangan.
Mereka yang inovatif malah di kritik dan tidak disenangi.
Diantara warga sekolah tidak ada saling percaya dan selalu mencari kesalahan orang lain.
Banyak siswa dan guru yang terlambat datang ke sekolah.
Lingkungan sekolah yang kotor, membuang sampah tidak pada tempatnya.
Kultur positif dan kuat memiliki kekuatan dan menjadi modal dalam melakukan pendidikan yang memperhatikan dimensi kecerdasan spiritual siswa dan perbaikan kondisi-kondisi agar dapat lebih kondusif terhadap tumbuh dan berkembangnya kecerdasan tersebut. Sedangkan kultur negatif adalah budaya yang bersifat anarkis, negatif, beracun. Membangun dan melakukan perubahan kultur sekolah tidak bisa melalui ceramah, ataupun slogan. Perlu adanya membuat kesepakatan berupa regulasi (peraturan, tata tertib, dsb.) yang mengikat siswa, guru, dan seluruh warga sekolah lainnya, adanya program-program pembiasaan yang lambat laun akan menjadi budaya atau karakter, sedangkan pendekatan kultural melalui interaksi dengan menanamkan nilai-nilai, sikap dan prilaku yang diintegrasikan pada setiap mata pelajaran atau melalui kegiatan ekstra kurikuler, dan yang terpenting dengan cara pembudayaan dengan keteladanan yang ditunjukkan oleh kepala sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan lainnya di sekolah.“Setiap sekolah mempunyai kultur, tapi sekolah yang sukses hanyalah sekolah yang memiliki kultur positif yang sejalan dengan visi dan misi pendidikan yang menjadi harapan dan cita-cita dari seluruh warga sekolah.
Sekolah juga perlu melakukan evaluasi diri agar untuk menjadi dasar perencanaan untuk membangun kultur yang tepat sesuai dengan kondisi nyata. Sebagai lembaga pendidikan sekolah perlu merumuskan visi, misi, tujuan dan strategi. visi adalah cita-cita bersama warga sekolah dan segenap pihak yang berkepentingan pada masa yang akan datang yang mampu memberikan inspirasi, motivasi dan kekuatan pada warga sekolah dan segenap pihak yang berkepentingan untuk mencapainya. Misi sekolah adalah segala sesuatu yang harus dilakukan untuk mewujudkan visi. Tujuan sekolah menggambarkan tingkat kualitas yang ingin dicapai dalam jangka waktu menengah. Strategi adalah cara-cara yang dilakukan sekolah untuk mencapai tujuan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Visi, misi, tujuan dan strategi sekolah perlu dijadikan acuan oleh segenap warga sekolah agar menjadi daya dorong untuk melakukan setiap kegiatan dalam rangka mencapai tujuan sekolah. Kultur sekolah mencerminkan budaya dan perilaku dan moral sekolah sebagai sebuah lembaga. Kultur sekolah memiliki tiga bagian yaitu:
Artifak dan Simbol-simbol, bagaimana bangunan sekolah dihias, didekorasi dan dan dirawat,
Nilai-nilai (values), bagaimana warga sekolah berperilaku dan bertindak saat melakukan pekerjaan, berinteraksi dan berkomunikasi.
Asumsi-asumsi, adalah keyakinan termasuk agama yang secara tidak disadari dan alami dimiliki oleh setiap warga sekolah.
Arah Pengembangan Kultur Sekolah:
Standar moral yang tinggi
Tanggung jawab (kerja keras dan disiplin)
Jujur
Kebersamaan dan persaudaraan
Sopan santun
Bersih dan rapi
Cinta tanah air
Positive Thinking
Optimis, keyakinan akan berhasil
Selalu mau mencoba, tidak pernah menyerah
Berpegang pada tujuan
Pengembangan kultur sekolah dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu melalui proses pembiasaan dan meningkatkan pembiasaan tersebut menjadi sebuah sistem.
Pembiasaan
Contoh cara-cara yang bisa dilakukan sekolah dalam membentuk pembiasan adalah :
Sekolah menciptakan induk tata tertib
Induk tata tertib adalah sebuah pola pengaturan terpadu yang mengkorelasikan segala macam tata tertib yang mengatur tugas perbagian di sekolah.
Pembudayaan sopan santun
Membangun kesadaran siswa, dll.
Mengubah Pembiasaan Menjadi Sistem
Untuk bisa melestarikan pembiasaan dan mengubahnya menjadi sistem ada beberapa contoh cara yang bisa ditempuh:
Mengaplikasikan jiwa keteladanan
Jiwa keteladanan yang harus teramati adalah adalah dari orang-orang penting di sekolah seperti kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru-guru senior. Tanpa kecuali tokoh-tokoh tersebut harus berperan aktif bagi terciptanya sistem bertingkah laku terpuji di sekolah.
Kepala sekolah harus memahami kultur sekolah yang ada sekarang ini, dan menyadari bahwa hal itu tidak lepas dari struktur dan pola kepemimpinannya. Perubahan kearah kultur yang positif harus dimulai dari kepemimpinan kepala sekolah. Kultur sekolah akan baik apabila:
kepala sekolah dapat berperan sebagai pemimpin,
mampu membangun kerjasama tim,
belajar dari guru, staf, dan siswa, dan,
harus memahami kebiasaan yang baik untuk terus dikembangkan. Kepala sekolah dan guru harus mampu memahami lingkungan sekolah. Hubungan kepala sekolah dengan warga sekolah harmonis dan kekeluargaan. Dalam menjalin hubungan dengan diadakan pertemuan rutin, merupakan salah satu usaha sekolah memperoleh kepercayaan dari masyarakat. Kepala sekolah membagi tugas dengan guru, bekerjasama untuk tujuan yang sama.
Strategi kepala sekolah memberdayakan warga sekolah, dimulai dari kegiatan praKBM hingga KBM usai dibiasakan salaman pagi, diharapkan menghormati guru dan orang tua di rumah, masyarakat, menghormati orang lain dan menekankan kedisiplinan serta membangun sekolah Islami. Kepala sekolah juga memberikan bimbingan ekstrakurikuler, keagamaan, mengedepankan pendidikan karakter sesuai dengan visi dan misi sekolah. Dengan melakukan pemantauan dan memberikan nasehat kepada warga sekolah dalam mewujudkan kultur sekolah. Perubahan positif di sekolah akan terjadi jika seluruh subjek sekolah memahami sifat budaya sekolahnya sendiri dengan baik, baik yang tampak maupun tidak tampak. Sebagai sebuah organisasi, sekolah adalah lembaga budaya yang tidak hanya memberikan pengajaran namun sangat penting untuk memberikan pendidikan kepada segenap warganya. Para guru yang professional melakukan tugasnya untuk mengajar, mendidik, membimbing, melatih, menggerakan bahkan mengarahkan para siswa agar kelak menjadi manusia yang cendikia, mandiri dan berbudi pekerti luhur.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132206551/penelitian/Artikel+Dinamika+Pendidikan+2007.pdf
file:///C:/Users/ACER/Downloads/342-Article%20Text-660-1-10-20200202.pdf
http://eprints.ums.ac.id/43114/4/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar